KERAJAAN HINDU DI INDONESIA
Agama Hindu yang dibawa dari India
berpengaruh di Indonesia. Salah satu bentuknya adalah munculnya
kerajaan-kerajaan Hindu, seperti Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Kediri,
Singasari, dan Majapahit.
1. Kerajaan Kutai
Kutai adalah kerajaan Hindu tertua
di Indonesia. Kerajaan Kutai didirikan sekitar tahun 400 masehi. Letaknya di
tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Raja pertamanya bernama Kudungga. Raja
yang terkenal adalah Mulawarman. Mulawarman menyembah Dewa Syiwa. Dalam suatu upacara
Raja Mulawarman menghadiahkan 20.000 ekor sapi kepada Brahmana. Untuk
memperingati upacara itu maka didirikan sebuah Yupa. Dalam Yupa
itu ditulis berita mengenai Kerajaan Kutai.
2. Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri terletak di sekitar
Kali Berantas, Jawa Timur. Kerajaan Kediri berjaya pada pemerintahan Raja
Kameswara yang bergelar Sri Maharaja Sirikan Kameswara. Kameswara meninggal
pada tahun 1130. Penggantinya adalah Jayabaya. Jayabaya adalah raja
terbesar Kediri. Ia begitu terkenal karena ramalannya yang disebut Jangka
Jayabaya. Raja Kediri yang terakhir adalah Kertajaya yang meninggal tahun 1222.
Pada tahun itu Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok di Desa Ganter, Malang.
Peninggalan-peninggalan Kerajaan Kediri antara lain Prasasti Panumbangan,
Prasasti Palah, Kitab Smaradhahana karangan Empu Dharmaja, Kitab Hariwangsa
karangan Empu Panuluh, Kitab Krinayana karangan Empu Triguna, dan Candi
Panataran.
3.
Kerajaan Tarumanegara
Tarumanegara
adalah kerajaan Hindu tertua di Pulau Jawa. Kerajaan ini berdiri kira-kira pada
abad ke- 5 Masehi. Lokasi kerajaan itu sekitar Bogor, Jawa Barat. Rajanya yang
terkenal adalah Purnawarman. Purnawarman memeluk agama Hindu yang menyembah
Dewa Wisnu. Pada zaman Purnawarman, kerajaan Tarumanegara telah mampu membuat
saluran air yang diambil dari sungai Citarum. Saluran air itu berfungsi
untuk mengairi lahan pertanian dan menahan banjir.
4.
Kerajaan Singasari
Kerajaan Singasari terletak di
Singasari, Jawa Timur. Luasnya meliputi wilayah Malang sekarang. Kerajaan
Singasari didirikan oleh Ken Arok. Beliau memerintah tahun 1222-1227 M.
Para penggantinya adalah Anusapati (1227-1248), Panji Tohjaya (1248),
Ranggawuni
(1248-1268), Kertanegara (1268
-1292).
Beberapa peninggalan masa kebesaran
Singasari antara lain:
1. Candi Jago/Jajaghu, sebagai
ma-kam Wisnuwardhana,
2. Candi Singasari dan Candi Jawi,
sebagai makam Kertanegara,
3. Candi Kidal, sebagai makam
Anusapati,
4. Patung Prajnaparamita, sebagai
perwujudan Ken Dedes.
5.
Kerajaan Majapahit
Puncak kejayaan kerajaan Hindu di Indonesia adalah pada masa kerajaan
Majapahit. Kerajaan Majapahit terletak di hutan Tarik dekat delta sungai
Berantas, Mojokerto, Jawa Timur.
·
Raja-raja
yang pernah memerintah di kerajaan Majapahit antara lain :
a. Raden Wijaya (1293-1309)
Kerajaan Majapahit didirikan oleh
Raden Wijaya yaitu seorang keturunan penguasa Singasari. Ketika
Singasari diserang oleh Jayakatwang dari Kediri, Raden Wijaya berhasil
meloloskan diri ke Madura. Beliau minta bantuan Wiraraja. Wiraraja menganjurkan
supaya Raden Wijaya kembali ke Kediri, berpura- pura mengabdi kepada
Jayakatwang. Sebagai imbalan Jayakatwang menghadiahkan daerah hutan Tarik
kepada Raden Wijaya. Raden Wijaya bergabung dengan pasukan Kubilai Khan dari
Cina menyerang Jayakatwang. Pasukan Jayakatwang berhasil dikalahkan. Raden
Wijaya mengatur siasat untuk mengusir pasukan Cina. Diadakan pesta kemenangan
secara besar-besaran. Ketika tentara Cina terlena dalam kemabukan, anak buah
Raden Wijaya menyerang mereka. Banyak pasukan Cina terbunuh. Hanya sebagian
kecil yang berhasil melarikan diri kembali ke Cina. Raden Wijaya kemudian
menjadi raja pada tahun 1294, dengan gelar Kertarajasa Jayawardana. Raden
Wijaya memerintah selama 16 tahun.
b. Jayanegara (1309-1328)
Raden Wijaya digantikan oleh
puteranya, Kalagemet. Kalagemet adalah putra Raden Wijaya dan putri Melayu,
Dara Petak. Setelah menjadi raja, Kalagemet bergelar Sri Jayanegara.
Pada saat Jayanegara menjadi raja, sering terjadi pemberontakan, antara lain
pemberontakan Ranggalawe, Sora, Nambi, dan Kuti.
Pemberontakan Kuti sangat berbahaya.
Akibat pemberontakan itu, Jayanegara melarikan diri ke Badander. Jayanegara
dikawal oleh pasukan Bayangkari yang dipimpin oleh Gajah Mada. Berkat
pengawalan pasukan Bayangkari, raja selamat dari pemberontakan Kuti. Berkat bantuan
Gajah Mada, Jayanegara dapat merebut kembali tahta Majapahit. Atas jasanya,
Gajah Mada diangkat menjadi Patih di Kahuripan. Dua tahun kemudian, Gajah Mada
diangkat menjadi patih di Daha.
c. Tribuwanatunggadewi (1328-1350)
Jayanegara memerintah sampai tahun
1328. Beliau wafat tanpa meninggalkan putra. Seharusnya, Jayanegara digantikan
oleh Rajapatni (Gayatri). Namun, karena Rajapatni hidup membiara, pemerintahan
diserahkan pada putrinya, Sri Gitarja.
Ketika menjadi ratu, Sri Gitarja
bergelar Tribuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani.
Pada masa itu terjadi pemberontakan
Sadeng. Gajah Mada diangkat menjadi pejabat perdana menteri (maha patih)
Majapahit menggantikan Arya Tadah yang sedang sakit. Gajah Mada ditugasi
memimpin penumpasan pemberontakan Sadeng. Gajah Mada berhasil melaksanakan
tugas itu. Beliau diangkat menjadi maha patih. Saat dilantik, Gajah Mada
mengucapkan Sumpah Palapa. Dalam sumpah itu tersirat cita-cita Gajah Mada
mempersatukan Nusantara. Adapun yang dimaksud dengan Nusantara ketika itu adalah
Hasta Dwipa Nusantara (delapan pulau), yaitu Malaka, Sumatra, Jawa,
Madura, Kalimantan, Sulawesi, Sunda Kecil (Nusa Tenggara), Maluku, dan Irian
(Gurun).
Untuk mewujudkan cita-cita itu,
Gajah Mada membangun armada laut. Karena memiliki angkatan laut yang kuat,
Kerajaan Majapahit dikenal seba-gai kerajaan maritim. Pimpinan armada laut
dipercayakan kepada Empu Nala. Dengan armada yang kuat, Majapahit berhasil
menaklukkan Dompo pada tahun 1340 dan Bali pada tahun 1343.
d. Hayam Wuruk (1334-1389)
Rajapatni (Gayatri) wafat pada tahun
1350. Setelah ibundanya wafat, Ratu Tribuwanatunggadewi menyerahkan
tahta Majapahit kepada putranya, Hayam Wuruk. Ketika naik tahta Hayam Wuruk
baru berusia 16 tahun. Setelah naik tahta Hayam Wuruk bergelar Sri
Rajasanegara. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit mengalami zaman
keemasan. Hayam Wuruk didampingi oleh Patih Gajah Mada. Hayam Wuruk menjadi
raja Majapahit yang paling besar. Gajah Mada meneruskan citacitanya. Satu per
satu kerajaan di Nusantara dapat ditaklukkan di bawah Majapahit. Wilayah
kerajaannya meliputi hampir seluruh wilayah Nusantara sekarang, ditambah
Tumasik (Singapura) dan Semenanjung Melayu. Pada masa ini, Majapahit menjalin
hubungan dengan kerajaan- kerajaan di daerah daratan Asia Tenggara seperti India,
Muangthai, Kamboja, dan Cina. Dengan kemajuan hubungan itu, perdagangan dan
pelayaran kerajaan Majapahit semakin maju. Bandar-bandar Majapahit, seperti
Ujung Galuh, Tuban, Gresik, dan Pasuruan ramai dikunjungi oleh
pedagang-pedagang dari Cina, India, dan Persia.
Selain berkembang menjadi kerajaan
maritim yang besar, Majapahit juga menjadi kerajaan agraris yang maju. Hayam
Wuruk membangun waduk dan saluran irigasi untuk mengairi lahan pertanian.
Beberapa jalan dan jembatan penyeberangan juga dibangun untuk mempermudah lalu
lintas antardaerah. Hasil pertanian Majapahit antara lain beras, rempahrempah,
kapas, sutera, dan hasil-hasil perkebunan.
Hayam Wuruk juga memperhatikan
kegiatan kebudayaan. Hal ini terbukti dengan banyaknya candi yang didirikan dan
kemajuan dalam bidang sastra. Candi-candi peninggalan Majapahit, antara lain
Candi Sawentar, Candi Sumberjati, Candi Surawana, Candi Tikus, dan Candi
Jabung. Karya sastra yang terkenal pada masa Kerajaan Majapahit ialah Kitab
Negarakertagama karangan Empu Prapanca dan Kitab Sutasoma karangan Empu
Tantular. Dalam kitab Negarakertagama terdapat istilah Pancasila.
Sedangkan di dalam Sutasoma terdapat istilah Bhinneka Tunggal Ika. Pada
masa pemerintahan Hayam Wuruk, terjadi Perang Bubat. Perang Bubat terjadi antara
Kerajaan Majapahit dan kerajaan Pajajaran. Hayam Wuruk bermaksud mempersunting
Diyah Pitaloka (Ciptaresmi), putri raja Pajajaran. Pihak Majapahit mengirim
utusan untuk melamar. Pihak Pajajaran dan utusan tersebut membuat kesepakatan.
Isinya raja Majapahit tidak melamar ke istana Pajajaran, tetapi di perbatasan
kedua kerajaan, yaitu di Desa Bubat. Raja Pajajaran memimpin secara langsung
rombongan putrinya ke Desa Bubat. Patih Gajah Mada mempunyai rencana lain.
Gajah Mada memkasa raja Pajajaran yang sudah ada di Desa Bubat untuk
mempersembahkan putrinya sebagai upeti kepada Raja Hayam Wuruk. Permintaan itu
ditolak oleh raja Pajajaran, sehingga terjadi perang besar di Desa Bubat.
Seluruh rombongan Kerajaan Pajajaran, termasuk raja dan puterinya tewas. Hayam
Wuruk tidak berkenan atas tindakan Gajah Mada. Sejak peristiwa itu, hubungan
keduanya renggang. Gajah Mada wafat pada tahun 1364 M. Sedangkan Hayam Wuruk
wafat padatahun 1389. Setelah dua tokoh ini wafat, Majapahit mengalami
kemunduran.
e. Kusumawardhani-Wirakramawardhana
(1389-1429)
Sepeninggal Hayam Wuruk, terjadi
perebutan kekuasaan di Majapahit. Pengganti Hayam Wuruk adalah Kusumawardhani
yang bersuamikan Wirakramawardhana. Wirakramawardhanalah yang memimpin
Majapahit tahun 1389-1429. Bhre Wirabumi (anak selir Hayam Wuruk) diberi
kekuasaan di Blambangan. Menurut Bhre Wirabumi, dirinya yang berhak menjadi
raja di Majapahit. Pada tahun 1401-1406 terjdi perang saudara di Paregreg. Bhre
Wirabumi terbunuh dalam perang itu. Tumbuhlah benih persengketaan
berlarut-larut di antara keturunan Hayam Wuruk. Pada tahun 1429
Wirakramawardana wafat. Wirakramawardana digantikan oleh Suhita. Suhita
digantikan oleh Bhre Tumapel Kertawijaya. Beliau hanya empat tahun memerintah.
Pengganti berikutnya adalah Bhre Pamotan yang bergelar Srirajasawardhana. Bhre
Pamotan memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Majapahit ke Kahuripan untuk
menghindari pertentangan keluarga. Bhre Pamotan wafat pada tahun 1453 dan tidak
ada penggantinya. Baru pada tahun 1456, muncul Bhre Wengker yang bergelar
Girindra Wardhana. Pertentangan keluarga kerajaan Majapahit terus berlanjut
sampai pemerintahan Ranawijaya. Pada tahun 1522, Majapahit dikuasai oleh Demak
6. Kerajaan Mataram Hindu
Kerajaan mataram hindu di perintah
oleh seorang raja yang bijaksana yaitu raja sanna. Raja kerajaan mataram hindu yang terkenal adalah sanjaya. Kerajaan
mataram hindu meninggalkan sebuah prasasti yang di temukan di
daerah canggal.
KERAJAAN BUDDHA DI INDONESIA
1. Kerajaan Kalingga di
Jepara (Jawa Tengah) tahun 640 M (Kerajaan Budha)
Raja yang terkenal : Ratu Shima
2. Kerajaan Sriwijaya di Palembang abad VII (Kerajaan Budha)
Raja yang pertama : Sri Jaya Naga
Raja yang terkenal : Bala Putra Dewa
3. Kerajaan Negara Dipa
Di Kalimantan Selatan th. 1387-1495
Kerajaan Budha
Raja Pertama : Mpu Jatmaka
Raja Terkenal : Lambung Mangkurat
4.Kerajaan Melayu
Di Sumatra th. 1183-1347
Kerajaan Budha
Raja pertama : Srimat Trailokyaraja
Raja terkenal : Aditya Warman
5. Kerajaan Mataram Budha (750 M)
Didirikan oleh wangsa/dinasti Syailendra
Raja-raja yang memerintahkan Kerajaan Mataram Budha adalah:
1. Bhanu
Raja yang terkenal : Ratu Shima
2. Kerajaan Sriwijaya di Palembang abad VII (Kerajaan Budha)
Raja yang pertama : Sri Jaya Naga
Raja yang terkenal : Bala Putra Dewa
3. Kerajaan Negara Dipa
Di Kalimantan Selatan th. 1387-1495
Kerajaan Budha
Raja Pertama : Mpu Jatmaka
Raja Terkenal : Lambung Mangkurat
4.Kerajaan Melayu
Di Sumatra th. 1183-1347
Kerajaan Budha
Raja pertama : Srimat Trailokyaraja
Raja terkenal : Aditya Warman
5. Kerajaan Mataram Budha (750 M)
Didirikan oleh wangsa/dinasti Syailendra
Raja-raja yang memerintahkan Kerajaan Mataram Budha adalah:
1. Bhanu
2.
Wisnu
3. Indra
4. Samaratungga
6. Kerajaan Talaga ( Sunda ) hanya sedikit sekali literaturnya :
Seperti dianalisis Ali Sastramijaya, dikenal sebagai bhatara agama Budha. Bahwa kerajaan Talaga itu beragama Budha tersurat dalam Kanda Babad Talaga (Babad Talaga dan [? jeung--Pen.] Lalakon ka Tanah Suci karangan R. Kartadilaga, 1939 (diedit ulang R. Kartadilaga dan H. Hasanoedin, 1940) dalam bahasa cirebonan sebagai berikut:
wonten kanda babad kang winarni/bek semana maksi djaman boeda/ing talaga.
3. Indra
4. Samaratungga
6. Kerajaan Talaga ( Sunda ) hanya sedikit sekali literaturnya :
Seperti dianalisis Ali Sastramijaya, dikenal sebagai bhatara agama Budha. Bahwa kerajaan Talaga itu beragama Budha tersurat dalam Kanda Babad Talaga (Babad Talaga dan [? jeung--Pen.] Lalakon ka Tanah Suci karangan R. Kartadilaga, 1939 (diedit ulang R. Kartadilaga dan H. Hasanoedin, 1940) dalam bahasa cirebonan sebagai berikut:
wonten kanda babad kang winarni/bek semana maksi djaman boeda/ing talaga.