Saturday, 1 February 2014

Reaksi Kimia Saat Jatuh Cinta

     

 Jatuh cinta itu adalah perasaan yang nggak ada duanya. Ketika seseorang jatuh cinta, kayaknya perasaan itu bakal ada selamanya. Si dia jadi pusat kehidupan kita. Akal dan logika dilupain dulu, atas nama cinta.


    Ketika kita jatuh cinta, kemungkinan tuh kita tergila-gila atau gandrung sama si dia. Rasa gandrung terjadi ketika kita mulai kagum sama seseorang. Perasaan ini biasanya dikaitkan dengan istilah “eros”, yaitu cinta yang sifatnya romantis atau fisik. 

   Ketika kamu mulai “jatuh cinta”, kamu sebenarnya sedang mulai merasa gandrung sama si dia. Pada waktu ini, kamu merasa kalau kamu bisa melakukan apa aja buat si tambatan hati. Kamu pengen, dan bahkan percaya bahwa perasaan ini akan ada selamanya.


       Perasaan “melayang” yang datang bersama rasa gandrung ini bisa dijelaskan dengan zat-zat kimia yang dikeluarkan oleh otak kita. Memang sih, kedengarannya nggak romantis banget, tapi otak kamu itu adalah tempat bercokolnya semua perasaan dan emosimu. Otak kamulah yang mengirimkan sinyal ke tubuhmu, dan membuatmu merasakan semangat dan pahit manisnya “jatuh cinta”.

      Katanya, berdasarkan penelitian, ada sebuah senyawa yang diinisiasi dalam tubuh manusia saat seseorang itu jatuh cinta. senyawa ini bisa menjadi salah satu faktor dalam keharmonisan rumah tangga dan kebahagiaan hidup. salah satu senyawanya adalah phenilethylamine. senyawa yang lain adalah “hormon-hormon kebahagiaan” yang bertanggung jawab atas segala kejungkirbalikan manusia ketika falling in love yaitu :

* Pheromones : bikin naksir seseorang, bikin ngelamunn.. dan membayangkan dia terus
* Oxytocin : bikin kangennn, pengen liat orangnya bentar ajah—liat doang beberapa detik
* Vasopressin : bikin setia, “you know you are the only one..”
* Norepinephrine : bikin semangat, hepi, ceria, bahagia, pengen senyum terus, jadi makin cantik/tampan




Zat-zat kimia menjelaskan kelakuan kita begitu kita mulai jatuh cinta. Zat-zat kimia ini berjalan ke bagian-bagian dari otak yang mengatur emosi dan memori kita:

* Dopamine Bilang Aku Tergila-gila Sama Kamu

        Pada beberapa bulan pertama ketika kamu naksir seseorang, ada bagian otak kamu yang mengeluarkan zat ini. Biarpun jumlah zat ini cuma sedikit, itu aja sudah cukup untuk memberikan rasa melayang yang kamu rasakan waktu kamu sedang jatuh cinta.
    Semalaman kamu susah tidur, mikirin hal-hal yang romantis. Karena dopamine juga, kamu jadi kurang berselera makan. Kamu mulai lupa makan, tapi meskipun kamu lapar dan perutmu kosong, kamu tetap happy dan agak crazy. Dopamine juga bikin kamu merasa penuh semangat, kayaknya kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau. Zat ini bener-bener hebat. Karenanya kata-kata “jatuh cinta sampe gila” itu kayaknya bener banget deh.



* Serotonin bilang Aku Terobsesi Sama Kamu

       Kurangnya zat ini di otak kamulah yang jadi sebab kenapa kamu merasa terobsesi sama si dia yang lagi kamu taksir. Kadar serotonin yang rendah bisa bikin kamu jadi sering mikirin si dia. Curi-curi pandang dan menyimpan foto dia di dompet kamu juga jadi kegiatan sehari-hari. Ngga perlu buru-buru periksa ke psikiater. Yang terjadi sama kamu itu normal kok. Kamu cuma sedang mematuhi perintah dari serotonin kamu yang jumlahnya lagi turun. Ketika kamu bilang sama dia bahwa kamu nggak bisa berhenti mikirin dia, sebenarnya itu serotonin kamu yang lagi rendah itu yang bicara.


* Oxytocin bilang Aku Mau Terus Sama-sama Kamu

Kalau akhirnya kamu berpacaran dan dengan bertambahnya sayang kamu, kamu mulai berpikir kalau kamu nggak bisa hidup tanpa dia. Kamu mulai merasa terikat dengannya. Kemanapun dia pergi, kamu ada di sampingnya. Di sinilah oxytocin mulai berperan. Zat ini dikeluarkan oleh otak ketika rasa gandrung dan gairah karena jatuh cinta mulai berkurang dan hubungan yang lebih serius mulai terbentuk.


Tanda-tanda bahwa kamu gandrung sama si dia:

* Kamu tambah sering memikirkan si dia. Rasanya wajahnya nggak bisa hilang dari pikiran kamu.
* Kamu ngga bisa tidur nyenyak. Si dia yang terakhir ada di pikiran kamu sebelum pergi tidur, dia lagi yang langsung kepikiran begitu kamu membuka matamu di pagi hari.
* Kamu tiba-tiba ngga pengen makan. Bahkan makanan kesukaanmu jadi terasa hambar.
* Kamu selalu senang ketemu si dia. Kamu ngerasa senang dan bersemangat cuma dengan mikirin akan ketemu dia.
* Kamu mulai ngikutin dia, nyatet jadwal pelajarannya dan mencari nomor teleponnya … diam-diam, tentunya.
* Tiba-tiba kamu jadi hapal puisi dan lagu-lagu cinta. Kamu juga mulai suka banget sama film-film romantis, padahal seumur-umur cuma pernah nonton film sci-fi.


Oke, kembali ke phenilethylamine—berdasarkan sebuah penelitian juga, ternyata hormon ini hanya bertahan efektif 2-3 tahun sejak jatuh cinta. Padahal berkat hormone inilah seorang manusia bisa kesengsem, deg-degan, bahagia, dan beberapa gejala lain yang menimpa seseorang yang falling in love.

Boleh saja tidak percaya tentang faktor hormonal dalam cinta namun ada hipotesa yang berpendapat bahwa keadaan “emosian” (emosi yang berlebihan) misalnya pada seorang wanita menstruasi seringkali disebabkan oleh faktor hormonal, maka keadaan emosional seperti keaadan jatuh cinta—berikut gejala-gejalanya pun bisa jadi disebabkan oleh hormon tertentu. Artinya kalau hipotesa ini benar, maka cinta itu bukan sesuatu yang abadi! (????)


Memang saya tidak terlalu percaya pada hipotesa itu, kemungkinan besar hipotesa tersebut hanya berlaku pada hewan atau pada uji reaksi kimia in vitro. Artinya, dengan mempelajari hormon-hormon tersebut, kita bisa memprediksikan usia dan mekanisme jatuh cinta pada hewan atau pada reaksi kimia in vitro (di luar tubuh manusia) saja. Sedangkan dalam ilmu farmakologi, “dogma” yang diajarkan profesor Andre adalah : tubuh manusia itu bukan tabung reaksi, responnya terhadap obat bisa jadi berbeda dengan reaksi dalam tabung reaksi. Itu masalah obat, apalagi dalam kehidupan, cinta lagi! Adalah pasti banyak sekali faktor yang terlibat dalam kejatuhcintaan seseorang, bukan hanya semikroliter hormon.


      Pendekatan logis untuk memprediksi kerja obat, efek toksik, efek farmakologi, farmakokinetika, dan farmakodinamika dalam tubuh manusia adalah dengan pengujian reaksi kimia (in-vitro) dan pengujian pra-klinis. Maka tidak ada salahnya berpikir logis ketika kita sedang jatuh cinta. (gak segitu-gitunya juga sih.. hehe)


      Maaf berbelit-belit, hehe, jadi begini. Ketika kita jatuh cinta, maka phenilethylamine akan terinisiasi sehingga menimbulkan efek-efek “syalala bertaburan bunga-bunga”—inget film Laskar Pelangi; dan senyawa kimia tersebut jika dieksploitasi terus menerus akan menipis, dan semakin “kebal” dengan pemicu-pemicunya, begitu selama hampir 4 tahun. Konon, setelah seseorang menikah hormon ini akan bertahan 4 tahun setelah pernikahan, dan ketika keluarga itu masih harmonis, meskipun phenilethylamine menipis, hal itu lebih disebabkan karena kehadiran seorang anak. Mungkin inilah salah satu bentuk faktor cinta yang lain, yang saya maksud.


Kalau orang sedang jatuh cinta, tentu saja tak ingin percaya dengan hipotesa phenilethylamine tersebut—artinya percaya bahwa cinta hanya bertahan 4 tahun. Males banget dong! Mencintai seorang pangeran cuma 4 tahun??!!. Begitupun aku, lebih percaya pada hipotesa lain yaitu: cinta itu mengikuti hukum termodinamika pertama. Intinya itu hukum yang menyebutkan bahwa energi itu kekal, tidak hilang namun hanya berubah ke bentuk lain. Nah Cinta itu adalah Energi, maka sesungguhnya cinta itu tidak akan hilang karena kadar phenilethylamine yang menurun, tapi akan berubah ke bentuk cinta lain dengan adanya faktor lain. Sehingga cinta tetaplah cinta, tapi hanya bentuknya yang berbeda. Energi banget kan?

Dan tahukah kamu bahwa pentransformasi energi cinta itu adalah pernikahan. Sungguh.

Kejatuhcintaan sebelum pernikahan adalah mempersiapkan diri menuju pernikahan yang berkah, dan kejatuhcintaan setelah pernikahan selanjutnya adalah mencintainya dengan sesungguhnya.

Hipotesa inilah yang-menurutku , mendukung keharmonisan keluarga yang bahagia selama-lamanya.




source: semuanya-tentang-cinta.blogspot.com
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment