Sunday, 23 February 2014

Sisi Gelap Industri Kpop






Halyu wave benar-benar mengguncang dunia. Tidak hanya dramanya yang berhasil menarik hati banyak penggemar di seluruh dunia, tapi juga industri musik pop korea atau dikenal dengan K-Pop mendapat posisi yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Dari industri musik ini banyak dihasilkan  boyband-boyband besar yang berisi idola-idola muda penuh bakat, sebut saja DBSK, Super Junior, Shinee, Big Bang, SS501, 2PM, SNSD, f(x), KARA, dan banyak lagi. Mereka tidak hanya cemerlang di negara mereka sendiri, Korea, tapi juga merambah ke pasaran Asia, Eropa dan Amerika. Baik karena lagu mereka yang enak didengar, penampilan mereka yang atraktif  dengan danceyang energik, wajah mereka yang cantik dan tampan, bahkan sampai gaya mereka yang fashionable khas korea enak untuk dilihat. 

Seringnya mereka melakukan Tour keliling dunia, dan banyaknya iklan yang mereka bintangi, bahkan beberapa diantaranya ada yang merambah ke dunia akting membuat kita berpikir tentang kehidupan glamour seorang artis, tapi siapa sangka apa yang terlihat tidak seperti kenyataannya. Rumor yang tidak sedap berkembang yang mengungkapkan sisi gelap bisnis industri musik K-Pop yang melibatkan artis dan perusahan managemen mereka. Isu slave contract menjadi perbincangan hangat. Beberapa cerita terbesar K-Pop sukses dibangun dibalik apa yg disebut kontrak perbudakan, yang mengikat para trainee dan artis ke penawaran kontrak eksklusif panjang, dengan sedikit imbalan keuangan. Karena tertarik saya melakukan searching melalui google tentang kebenaran dari isu tersebut dan inilah hasilnya:

Isu ini mulai mencuat pertama kali saat grup boyband terbesar korea, Dong Bang Shin Ki (DBSK atau disebut juga TVSQ) memutuskan untuk keluar dari perusahaan managemen artis dimana mereka bernaung, SM Entertainment.



Dua tahun lalu, Dong Bang Shin Ki, menuntut manajemen perusahaan mereka ke pengadilan, dengan alasan bahwa 13 tahun-kontrak mereka terlalu panjang, terlalu membatasi, dan hampir tidak memberikan keuntungan dari sukses mereka.
 Tampil dalam sebuah segmen berjudul “JYJ dan KARA, mengapa mereka melakukannya? pada MBC “News Magazine 2580” (시사매거진 2580), perwakilan kedua pihak bicara, dan Yoochun dan Junsu yang merupakan anggota DBSK bicara mengenai keputusan kontroversial mereka dan hak artis.
Untuk pertama kalinya Park Yoochun,  mengaku dia tahu betul bahwa dia “mungkin tak bisa jadi bintang lagi” saat memutuskan meninggalkan SME, namun bahkan dengan kesadaran ini, dia masih ingin “menemukan kebahagiaan dan pergi.”
Kim Junsu, Kim Jaejoong, dan Park Yoochun meninggalkan DBSK, dan manajemen SM Entertainment, pada Juli 2009, karena adanya perbedaan dalam hal panjang dan persyaratan kontrak. Masalah yang paling terkenal adalah karena SME kurang transparansi mengenai keuangan mereka, dan waktu 13 tahun kontrak terlalu lama. Namun keputusan mereka pergi dan meninggalkan DBSK kemudian membentuk grup baru bernama JYJ tentu tidak mudah, khususnya saat mereka menghadapi pelarangan tampil di beberapa program musik terkenal (SBS Inkigayo, MBC Music Core, dan KBS Music Bank semua menolak memberi pernyataan dan penjelasan).
Hampir satu setengah tahun kemudian, ketiga member KARA: Jung Nicole, Han Seungyeon dan Kang Jiyoung, memutuskan untuk menghentikan kontrak mereka dengan DSP Media. Mereka juga mengatakan DSP kurang transparans dan diduga adanya kesalahan penanganan keuangan mereka, khususnya mengenai uang yang telah dihasilkan KARA lewat promosi di luar negeri dan aktivitas di Jepang.
Acara ini juga melakukan penyelidikan dan menemukan bahwa perusahaan manajemen berinvestasi sekitar $1,800 per orang/bulan selama tahun-tahun pelatihan. Memberikan semuanya dari makanan, memberikan pelajaran, biaya promosi, dan menghabiskan uang, biaya ini bisa bertambah selama proses yang bisa berlangsung antara 6 bulan hingga 3 tahun. Segmen ini juga mengatakan bahwa sebuah gir group beranggotakan 7 orang menghabiskan biaya 2.9 milyar won (biaya pelatihannya saja) selama 4 tahun.
Perwakilan Core Contents Media (manajemen T-ARA, Davichi, and 5Dolls) mengatakan, “Perusahaan manajemen terus-terusan berinvestasi.. Kebanyakan orang meremehkan berapa banyak uang yang mereka keluarkan untuk artis, dan berlebihan menanggapi banyaknya uang yang dihasilkan. Kami melakukan apa yang kami bisa, namun beginilah caranya.”

K-pop mahal untuk diproduksi. Grup2 ini diproduksi, memerlukan tim manajer, asisten koreografer dan pakaian, serta bertahun2 pelajaran menyanyi, pelatihan tari, akomodasi dan biaya hidup.
Biaya produksi ini dapat menambahkan hingga beberapa ratus ribu dolar. Tergantung pada kelompok, beberapa perkiraan mengatakan itu adalah lebih seperti satu juta.
Tapi penjualan musik di Korea Selatan sendiri tidak menutup investasi itu. Untuk semua gairah mereka, banyaknya penggemar tidak cukup membayar untuk K-Pop. Industri CD mengalami stagnan, dan situs musik digital dilihat sebagai jauh underpriced, dengan beberapa pengisian hanya beberapa sen lagu.
Bernie Cho, kepala distribusi label musik Kollective DFSB, penjualan musik online telah menjatuhkan harga mereka terlalu rendah dalam upaya untuk bersaing dengan situs musik bajakan.
“Tapi bagaimana kamu mengiris sebagian kecil dari sepeser ini, dan memberikannya untuk artis? kamu tidak bisa melakukannya, “katanya.

source: http://diannaim.blogspot.com/

Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment