Tuesday, 28 January 2014

Logika vs Hati; Pikiran vs Perasaan

Aku pernah bertengkar hebat. Dengan batinku. Dan itu sangat tidak nyaman. Mari coba kita realisasikan dalam bentuk percakapan antara hati dan pikiranku;

Pikiran: Saya rasa saya harus berhenti.

Hati: Kenapa tiba-tiba kamu berkata seperti itu?

Pikiran: Ini bukan tiba-tiba. Sudah jauh-jauh hari saya ingin berhenti, namun selalu gagal.

Hati: Kenapa selalu gagal?

Pikiran: Karena kamu terlalu menyayanginya. Saya selalu mengalah denganmu.

Hati: Kenapa kamu menyalahkan saya?!

Pikiran: Ya kalau saja kamu mau mengalah dan berhenti menyayanginya, saya akan lebih mudah nmelupakannya. Dan kita tidak akan sesakit ini.

Hati: Kita? Saya tidak merasa sakit kok.

Pikiran: Jelas kamu merasa sakit! Diabaikan oleh orang yang kamu cintai, dipermainkan olehnya. Dan perasaanmu itu selalu memaksa saya untuk mengingatnya!

Hati: Siapa yang menyuruhmu mengingatnya?!

Pikiran: Ya karena saya adalah pikiran dan kamu perasaan! Kita berada dalam satu tubuh. Jadi kalau kamu jatuh hati pada seseorang dan otomatis saya akan mengingatnya! Dia salah satunya.

Hati: Terus maumu apa?!

Pikiran: Berhenti bertahan.

Hati: Apa tidak ada opsi lain?

Pikiran: Tidak.

Hati: Saya menyayanginya! Kamu tega membiarkan saya sakit jika harus berhenti bertahan?!

Pikiran: Saya tega karena kamu memang sudah sakit duluan! Kenapa kamu begitu keras?! Lihat air mata yang mengalir dipipi gadis ini. Gadis yang ada saya dan kamu didalamnya. Lihat pula senyum palsu yang dilengkungkan dari bibirnya. Kamu mau terus melihatnya begitu hanya karena kamu yang sangat menyayangi lelaki bodoh itu.

Hati: Lelaki itu tidak bodoh! Kalau kamu mau marah pada saya, silakan hina saja saya. Asal jangan hina apa yang telah saya pilih!

Pikiran: Tentu saya marah padamu! Kamu terlalu egois. Berhenti bertahan!

Hati: Apa alasan saya harus berhenti bertahan?

Pikiran: Karena akan tetap sia-sia jika kamu terus lanjut bertahan dalam ketidakpastian.

Hati: Apa kamu mau tahu apa saja alasan saya tetap bertahan?

Pikiran: Apa?

Hati: Lelaki itu bersikap sangat baik pada gadis ini. Pada saya...

Pikiran: Dia baik pada siapa saja.

Hati: Ck. Dia pernah berkata kalau dia sayang pada gadis ini. Pada saya...

Pikiran: Itu hanya omong kosong! Dia bahkan tidak menunjukkan rasa sayangnya.

Hati: Diam kamu! Saya tahu kalau dia mengistimewakan gadis ini. Mengistimewakan saya.

Pikiran: Tahu darimana? Dari asumsimu sendiri?!

Hati: Cukup! Saya menyayanginya tulus. Tidak masalah kalau ternyata dia tidak memiliki perasaan apapun asalkan saya masih bisa berada didekatnya.

Pikiran: Gadis ini berhak bahagia! Kamu berhak bebas. Jangan terus berpura-pura nyaman dalam jeruji cinta yang kamu rangkai sendiri!

Hati: Saya sudah terlalu lama bertahan, saya tidak bisa berhenti. Dan kalaupun nanti pada akhirnya saya bisa berhenti menyayanginya, ketika ia kembali mendekati gadis ini walau hanya sekedar berteman, saya akan kembali jatuh padanya. Saya mohon kamu mengerti!

Pikiran: Bagaimana saya harus mengerti kamu kalau kamu saja tidak bisa mengerti gadis ini?!

Hati: Gadis ini selalu mengikuti kata hatinya, saya!

Pikiran: Itulah mengapa saya terpaksa mengingat lelaki itu dan kita sama-sama sakit, bodoh!

Hati: Sudahlah. Saya tidak mau berseteru dengan partner sendiri.

Pikiran: Cih.


Bagaimana jadinya? Sampai sekarang hati dan pikiranku masih belum selaras. Kau, kau  memang sukses memblokir hatiku kali ini.


source: ceritacitapia.blogspot.com
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment