Thursday, 30 January 2014

Saatnya Pergi

Hari yang aku takutkan selama bertahun-tahun ini datang juga.
Lampu kamar belum sempat aku matikan tapi kamu sudah bersiap-siap. Nampaknya saat aku tertidur semalam, kamu sudah merapikan dan mengemas barang-barangmu, tanpa menimbulkan suara sedikitpun. Aku tidak menaruh curiga. Atau terlalu sombong karena merasa masa depanku bersamamu aku yang menentukan.
Ternyata sedikit pun tidak.
Percakapan sore kemarin terlalu sempurna untuk berakhir seperti ini. Kepalaku tersandar aman di bahumu yang besar, lenganmu terlingkar di belakang leherku mendekap hangat. Segelas kopimu dan secangkir teh hangat juga mengikuti kita, bercengkerama di atas meja. Angin masuk malu-malu lewat pintu teras yang kita biarkan terbuka, sengaja menuntun cahaya keemasan matahari yang pelan-pelan pamit.
Semuanya indah, sampai kamu mengingatkanku pada janjiku sendiri.
Dulu aku berkata, aku cinta kamu, dan aku berjanji untuk siap sakit hati. Aku sangat bahagia bertemu denganmu, sehingga siap bila suatu saat harus berpisah denganmu.
Pagi ini kamu tagih janjiku itu. Aku menerima tanpa persiapan, tidak ada kuda-kuda dan tanpa perlawanan. Walau penyesalan berdiri gagah di ujung pintu, menanti untuk berlari dan memelukku.
Selalu ada dua sisi yang berlawanan dalam segala hal, tercipta sebagai penyeimbang. Bila tidak ada panas, tidak ada rasa bahagia saat hujan turun. Dan analogi dua sisi lainnya. Seperti jatuh cinta dan patah hati, pertemuan dan perpisahan. Yang satu ada supaya bisa tahu rasanya kehadiran yang lain.
Aku tidak perlu tahu apa alasanmu.
Karena ikhlas tidak butuh pembelaan.
Selamat berbahagia di bagian baru buku cerita tentangmu. Karena aku tahu pasti, pantai di sana adalah yang paling indah.
Dan aku tahu, kamu suka pantai kan? :)



source: tumblr 
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment